Siaran Pers

Satu Ekor Gajah Sumatera Kembali Lahir Di Barumun

4 Agustus 2018, dibaca 2018 kali.

Nomor : SP. 425/HUMAS/PP/HMS.3/08/2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sabtu, 4 Agustus 2018. Satu ekor anak Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) kembali lahir secara alami di Barumun, Sumatera Utara. Berjenis kelamin betina, gajah ini dilahirkan di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), yang merupakan mitra Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, KLHK, beberapa waktu yang lalu (29/07/2018).

"Dengan kelahiran gajah ini, menambah jumlah populasi gajah di BNWS menjadi 15 ekor. Saat ini kondisi anak gajah sehat, aktif dan sudah langsung menyusu pada induknya", Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi, menerangkan.

Anak gajah yang berasal dari indukan betina Poppy dan indukan jantan Dwiky ini, memiliki berat badan 96,49 kg tinggi badan 86 cm dan lingkar dada 107 cm.

Sebelumnya, di tempat yang sama, telah lahir anak gajah dari induk betina Dini (16/06/2018), dan diberi nama Fitri oleh Menteri LHK. Pemberian nama ini diberikan sesuai dengan waktu kelahiran saat suasana hari raya Idul Fitri.

Dituturkan Hotmauli, kelahiran gajah secara alami merupakan bentuk keberhasilan upaya konservasi gajah secara eksitu di Provinsi Sumatera Utara, sejak dimulainya kerjasama antara BBKSDA Sumut dan BNWS di tahun 2016. 

"Dengan adanya kelahiran anak gajah di Sumatera Utara, diharapkan bisa menjadi pengobat kesedihan, atas kematian gajah yang baru-baru ini terjadi di Aceh (gajah bunta)", lanjutnya.

Saat ini BBKSDA Sumut mengelola tiga lokasi konservasi gajah eksitu, dengan total gajah sebanyak 22 ekor. Penyebaran gajah ini antara lain di Pusat Latihan Gajah Holiday, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, sebanyak tiga ekor, di BNWS, Kabupaten Padang Lawas Utara sebanyak 15 ekor, dan di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC), Kabupaten Simalungun, sebanyak empat ekor.

Gajah Sumatera merupakan satwa dilindungi, dan berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN, serta tercantum dalam lampiran I CITES. Hilangnya habitat menjadi ancaman utama menurunnya populasi gajah, selain perburuan, dan konflik manusia dan satwa liar gajah. 

"Perubahan habitat meningkatkan kerentanan terhadap kelestarian populasi, dimana Gajah Sumatera sangat tergantung pada habitat yang luas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan pakan, air dan ruang", pungkas Hotmauli. (*)


Penanggung jawab berita: 
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 
Djati Witjaksono Hadi