Siaran Pers

Pengelolaan Sampah Kota Surabaya Diapresiasi Dunia Internasional

30 Oktober 2018, dibaca 19057 kali.

Nomor: SP.604/HUMAS/PP/HMS.3/10/2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 29 Oktober 2018. Keberhasilan Kota Surabaya dalam mengelola sampah mendapat apresiasi dunia Internasional melalui kunjungan Delegasi United Nations Environment Programme (UNEP) yang melihat langsung praktek pengelolaan sampah di Kota Surabaya, pada Minggu (28/10).

Delegasi UNEP yang hadir ke Surabaya adalah Lisa Emelia Svensson, Global Director for Ocean UNEP dan Habib N. El-Habr, Director and Regional Representative of the UNEP Regional officie for West Asia.

"Delegasi UNEP datang ke Kota Surabaya untuk melihat best practices dalam pengelolaan sampah di Surabaya," ujar Rosa Vivien, Direktur Jendral Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun berbahaya (PSLB3) yang turut mendampingi rombongan delegasi.

Vivien menambahkan bahwa KLHK mengajak Delegasi UNEP ke Surabaya untuk menunjukan kepada dunia Internasional bahwa Kota Surabaya sudah melakukan upaya luar biasa dalam mengelola sampah secara berkelanjutan serta memiliki dampak ekonomi kepada masyarakatnya melalui pola-pola circular economy.

Sementara itu, Lisa Emelia Svensson menyatakan bahwa upaya pengelolaan sampah dan inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya sangat menginspirasi dirinya. Pola reuse, reduse, recycle sampah yang dilakukan dengan melibatkan komunitas lokal harus diperbesar skalanya agar semakin berdampak luas.

"Upaya pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di Surabaya harus di scale up agar dunia internasional mengetahui, juga sekaligus dapat membantu pengurangan sampah laut di dunia dan juga sampah plastik", ujar Lisa.

Dalam kunjungan ini rombongan Delegasi UNEP juga berkesempatan bertemu dengan Walikota Surabaya, Tri Risma Harini. Risma sangat berterima kasih kunjungan ini dan berharap agar semakin banyak warga dunia yang tahu keindahan kota Surabaya.

Risma juga menyampaikan keberhasilan-keberhasilan pengelolaan lingkungan dan kehutanan di Kota Surabaya seperti penanaman mangrove di ujung Gunung Anyar, Pemantauan Sungai secara real-time, Rumah kompos, Bank Sampah, Suraboyo Bus, Urban farming, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) masyarakat dan lain sebagainya.

Kemudian rombongan juga melihat proses pengelolaan sampah menjadi energi (waste to energi) di Benowo. Tempat Penampungan Akhir (TPA) Sampah Benowo adalah fasilitas pengelolaan sampah menjadi energi dengan kapasitas produksi listrik dari sistem Landfill Gas Powerplant (LPG) dapat menghasilkan kapasitas listrik 2 Mega Watt per hari, dengan1,65 Mega Watt-nya terhubung langsung dengan PLN untuk keperluan masyarakat.

Saat ini TPA Benowo ini sedang membangun perluasan pembangkit listrik yang direncanakan akan menggunakan sistem gasifikasi, sehingga kapasitas produksi listrik akan meningkat mencapai 12 MW dengan 9 MW listriknya akan dijual ke PLN.

Model pengelolaan sampah menjadi energi sendiri sudah diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, yang diteken Presiden Jokowi pada 12 April 2018 yang lalu. 

Dengan Perpres tersebut Pemerintah berharap pengelolaan sampah dapat memperoleh nilai tambah berupa energi listrik yang dilakukan dengan cara mengelola sampah secara terintegrasi dari hilir sampai ke hulu, sehingga jumlah timbulan sampah akan berkurang secara signifikan.

Setelahnya rombongan Delegasi UNEP juga melihat daur ulang sampah di Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan. Lokasi daur ulang sampah yang dibangun tahun 2016 ini dapat mengelola 5-6 ton sampah perhari dengan kapasitas maksimum 20 ton/hari. 
Income harian dari sampah yang terolah adalah Rp 6 juta/hari.

Lokasi daur ulang ini juga menerapkan teknologi Black Soldier Fly (BSF) yang merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya. Teknologi ini memanfaatkan larva lalat untuk memakan sampah organik dari sisa makanan/limbah rumah tangga dengan kemampuan, yaitu setiap 10 ribu larva, mampu mengurai limbah sebanyak 12 kilogram, dalam 12 hari.

Kemudian masih di Kecamatan Jambangan, rombongan juga melihat keberhasilan bank sampah. Keberadaan bank sampah di kecamatan tersebut berhasil mengajak warga untuk menabung dengan cara menyetorkan sampah yang kemudian setelah terkumpul akan dijual dan hasil uangnya dapat diambil lagi oleh masyarakat saat membutuhkan, seperti pada momen hari raya atau pada saat anak masuk sekolah.

Diakhir kunjungan, Delegasi UNEP mencoba Suroboyo Bus, yaitu transportasi ramah lingkungan yang mensyaratkan pembayaran ongkos bus dengan sampah plastik. Bagi penumpang yang akan naik dapat memilih untuk membayar ongkos bus, yaitu antara membawa 5 botol ukuran tanggung atau 3 botol besar atau10 gelas air mineral atau kantong plastik (kresek) dan kemasan plastik. Dengan begitu, penumpang bisa berkeliling Surabaya selama 2 jam secara gratis.

"Inginnya KLHK begini, pengelolaan sampah dan limbah ingin dijadikan sesuatu yang bersifat Circular ekonomi, artinya kita tidak mau lagi sampah atau limbah menjadi cost/biaya tetapi kita mau itu menjadi sumber daya yang bisa digunakan, tadi kita lihat sampah bisa digunakan untuk energi dan barang-barang lain yang bernilai dan bermanfaat, dan KLHK mendorong untuk mencapai tahap itu," ujar Rosa Vivien setelah bersama rombongan delegasi melihat langsung praktek-praktek pengelolaan sampah dan limbah di Surabaya.

Kunjungan ini juga di ikuti oleh Soehardjono Sastromihardjo, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kenya yang sekaligus menjabat sebagai Duta Besar untuk Republik Demokratik Kongo, Mauritius, Seychelles, Somalia, Uganda, UNEP, dan Program Pemukiman Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hadir pula Makarim Wibisono mantan Duta Besar RI untuk PBB periode 2004 - 2007 dan Arief Yuwono Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Evaluasi Kebijakan Kerjasama Luar Negeri.

Penanggung jawab berita: 
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 
Djati Witjaksono Hadi