SIARAN PERS
Nomor: SP. 081/HUMAS/PPIP/HMS.3/4/2024
Berdasarkan mandat Paris Agreement, setiap negara Pihak harus menyampaikan Second NDC paling lambat bulan Maret 2025. Meski begitu, Indonesia merencanakan untuk menyampaikannya lebih awal pada bulan Agustus 2024. Hal ini menjadi bagian upaya Indonesia untuk terus meningkatkan komitmennya dalam mengatasi dampak perubahan iklim global.
Terkait proses dan progres kesiapan Second NDC Indonesia dimaksud, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) menggelar konferensi pers di Jakarta pada Senin, (22/04).
Dalam konferensi pers tersebut, Direktur Jenderal PPI Laksmi Dhewanthi menjelaskan komitmen Second NDC yang berbeda dari komitmen yang terdapat pada NDC sebelumnya, baik First NDC, Updated NDC maupun Enhanced NDC. Second NDC akan membandingkan pengurangan emisi GRK terhadap tahun rujukan atau reference year 2019, yang berbasis inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK). Jadi tidak lagi menggunakan baseline business as usual.
"Dengan penggunaan tahun rujukan yang sama, maka pengurangan emisi GRK antar negara dapat dibandingkan atau diagregasikan secara lebih akurat," ujarnya.
Komitmen baru dalam Second NDC akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK dengan kemampuan sendiri (unconditional) dan dengan dukungan internasional (conditional) pada tahun 2031 sampai 2035, yang sejalan dengan skenario 1,5°C.
Lebih lanjut, Laksmi mengatakan di dalam dokumen Second NDC, Indonesia juga akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) dan MRV (measurement, reporting and verification).
"Ini dilakukan untuk memastikan pencapaian target NDC dan pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung NDC yang terverifikasi dan berkontribusi terhadap upaya global mencegah kenaikan suhu pada 1,5°C," terangnya.
Selain komitmen mitigasi, Indonesia juga akan lebih memperkuat komitmen adaptasi perubahan iklim berdasarkan pelaksanaan Enhanced NDC. Hal ini seiring dengan kesepakatan pada COP 28 di Dubai tentang Global Goal on Adaptation dan potensi pendanaan Loss and Damage. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan ketahanan iklim Indonesia dari aspek ekonomi, sosial dan penghidupan, ekosistem dan lanskap.
Dalam rangkaian kesiapan itu, Menteri LHK Siti Nurbaya, yang juga sedang menjadi Menteri ESDM Ad Interim, melakukan diskusi dengan Sekjen ESDM dan Dirjen PPI serta Sekjen KLHK untuk percepatan penyelesaian RPP Kebijakan Energi Nasional, yang akan diselesaikan hingga akhir Mei 2024 mendatang. Semua itu sebagai antisipasi kesiapan NDC updated ke-2 untuk di sampaikan ke UNFCCC.
Sebelumnya, telah dilakukan pertemuan awal (Kick-off meeting) dengan seluruh Kementerian/ Lembaga terkait untuk membahas Second Nationally Determined Contribution di Jakarta tanggal 21 Februari 2024. Diskusi yang berjalan dengan Kementerian/Lembaga merujuk kepada berbagai perkembangan kebijakan sektoral saat ini seperti Indonesia FOLU Net-sink 2030, Zero Waste Zero Emission dan transisi energi.
Dari hasil diskusi, terdapat identifikasi penambahan sektor baru yaitu kelautan yang lebih difokuskan mengenai bagaimana mengelola ekosistem pesisir dan laut. Selain itu, sub-sub sektor baru yaitu hulu migas dan gas baru yaitu HFC telah dilanjutkan dengan pengumpulan data aktivitas, inventarisasi GRK dan identifikasi aksi mitigasi. Sebagai contoh, saat ini telah dilakukan pengumpulan data aktivitas pada substitusi penggunaan refrigeran HFC-134a menjadi HFO-1234yf untuk sektor refrigerasi.
___
Jakarta, KLHK, 22 April 2024
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, KLHK
U Mamat Rahmat
Website:
www.menlhk.go.id
www.ppid.menlhk.go.id
Youtube:
Kementerian LHK
Facebook:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Instagram:
kementerianlhk
Twitter:
@kementerianlhk