Siaran Pers

Dua Inovasi KLHK Diuji Menuju Top 45 Inovasi Pelayanan Publik

3 Juli 2019, dibaca 1597 kali.

Nomor: SP. 239/HUMAS/PP/HMS.3/7/2019

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 3 Juli 2019. PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) dan SIPONGI (Sistem Informasi Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Web), dua inovasi pelayanan publik dari KLHK diuji oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB) untuk masuk menjadi Top 45 Inovasi Pelayanan Publik.

Keduanya diuji setelah sebelumnya masuk menjadi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dengan menyisihkan 1.872 proposal yang disubmit dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) tahun 2019.

Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono dan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Karliansyah mewakili KLHK melakukan sesi presentasi dan wawancara di depan enam juri yaitu JB Kristiadi, Nurjaman Muchtar, Eko Prasojo, Suryopratomo, Siti Zuhro, Neneng Goenandi.

"Tahun 2015 kita semua tahu ada Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terbesar dari beberapa karhutla sebelumnya. Dari kejadian itu tentunya mengindikasikan bahwa kita tidak bisa bekerja secara manual, jadi harus dibangun sebuah sistim yang bisa menjamin pengendalian karhutla itu dan kita kenal dengan SIPONGI itu arahnya sebetulnya deteksi dini," ujar Bambang seusai menjelaskan kepada juri terkait SIPONGI pada presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, Rabu (3/7/2019).

Bambang menambahkan jika SIPONGI merupakan sistem informasi yang dibuat sebagai dasar untuk mencegah terjadinya karhutla melalui deteksi dini hotspot/titik api. SIPONGI ini dikoordinasikan oleh KLHK sebagai walidatanya. SIPONGI dibangun dari pendekatan informasi dari BMKG dan LAPAN, keluaran data SIPONGI menjadi bagian dari pengambilan keputusan. Ketika hotspot banyak di seluruh Indonesia berarti keputusan yang akan diambil oleh Menteri atau Gubernur untuk melakukan siaga darurat karena kejadian karhutla sudah membesar bisa langsung didasarkan dari informasi SIPONGI. Presiden, Menteri, Pemerintah daerah, hingga publik (masyarakat dan swasta) bisa langsung mengakses informasi SIPONGI ini.

"Jika dukungan informasi dari SIPONGI digunakan secara baik oleh para stakeholder di lapangan, maka hotspotnya akan menurun drastis, seperti sekarang kalau kita lihat dibandingkan dengan tahun 2015 hotspot menurun sampai 80%," imbuh Bambang.

Namun demikian sistim SIPONGI ini tidak akan berhasil dibangun tanpa dukungan dan komitmen pemerintah untuk tidak terjadi lagi karhutla. Dorongan Presiden untuk memimpin gerakan mengendalikan karhutla didukung oleh jajaran gubernur, bupati dan TNI Polri, seluruh kementerian/lembaga, dan masyarakat yang terlibat ini membuat sistem ini terjadi. 

Kemudian terkait PROPER, Karliansyah menyebut jika sistem ini diawali oleh kondisi pencemaran lingkungan yang sangat banyak terjadi di Indonesia, yang tidak mampu diselesaikan dengan proses penegakan hukum pengawasan secara konvensional command and control. Oleh karena itu dicari cara bagaimana agar bukan hanya dengan pendekatan antar pemerintah dan industri saja, tetapi bagaimana masyarakat dan pasar sebagai kekuatan itu bisa digerakan mengawal pencemaran lingkungan. 

"Kita berikan informasi bahwa yang namanya industri ini dia kinerjanya bagus, yang itu jelek melalui warna supaya gampang dipahami oleh masyarakat, maka ada warna emas, hijau, biru, merah dan hitam begitu. Maknanya tadi kalau misalnya dia berperingkat merah atau hitam masyarakat melalui mekanisme pasar bisa memboikot," ujar Karliansyah seusai menjelaskan kepada juri terkait PROPER pada presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik.

Karliansyah menambah jika berdasarkan data sejak tahun 2002 sampai dengan 2018 terjadi kemajuannya luar biasa dalam hal ketaatan, yaitu meningkat dari 56% menjadi 87%, artinya limbah yang dibuang ke sungai, ke udara bisa kita kendalikan. Hal yang tak kalah penting kemajuan ini menandakan perubahan paradigma dalam efisiensi energi, konservasi air, serta pemanfaatan limbah itu berjalan dengan baik. 

"Kalo dihitung dengan uang penghematan biaya operasional itu juga trilyunan, nah jadi akhirnya perusahaan itu sadar, ternyata mengelola lingkungan itu bukan membuang uang bukan/cost, tetapi justru mengurangi biaya produksi. Bagi masyarakat kalau perusahaan yang beroperasi itu bisa sesuai aturan, maka air yang ada di alam itu bisa dinikmati, udaranya bersih, lingkungannya sehat. Jadi ini yang bisa dinikmati oleh masyarakat," jelas Karliansyah. 

Pada tahun 2018, capaian kontribusi perbaikan lingkungan dari inovasi perusahaan peserta PROPER antara lain efisiensi energi 273,61 juta GJ, penurunan emisi GRK 38,02 juta ton CO2e, penurunan emisi udara 18,69 juta ton, reduksi Limbah B3 16,34 juta ton, 3R limbah non B3 6,83 juta ton, efisiensi air 540,45 juta m3, penurunan beban pencemaran air 31,72 juta ton, dan perlindungan kehati seluas 55.997 ha. Dari upaya perbaikan lingkungan tersebut dihitung penghematan biaya sebesar Rp.287,33 Trilyun. PROPER juga turut berkontribusi mendorong dunia usaha dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Dari 437 industri telah diidentifikasi sebanyak 8.474 kegiatan yang menjawab tujuan 17 SDGs dengan total nilai uang Rp. 38,9 Triliun.

SIPONGI merupakan hasil pemikiran terkait efektifitas pengolahan dan pengumpulan data yang dahulu dilakukan secara manual menjadi terotomatisasi dengan sumber data yaitu Terra Aqua (NASA), Terra Aqua (LAPAN), SNPP (LAPAN) dan NOAA (ASMC) serta data cuaca dari BMKG. Data dalam SIPONGI juga lebih akurat karena mengandung informasi tentang lokasi hingga tingkat desa beserta status lahannya. Data juga diselaraskan setiap 30 menit, sehingga data hotspot yang dihasilkan aktual (near-real-time/ mendekati waktu sesungguhnya). Ini sangat bermanfaat bagi tim pemadam karhutla untuk mengetahui lokasi kebakaran secara cepat, sehingga tindakan pemadaman dini dapat dilakukan sebelum kebakaran tersebut menjadi lebih besar dan sulit dikendalikan. Tetapi tentunya kebijakan kebijakannya juga harus diikuti dengan bagaimana tata kelola atau good governance dan tata pengelolaan dilapangan terjadi dan ditambah dengan pelibatan aktif peran serta masyarakat.

SIPONGI berbasis web memiliki dual interface, yaitu internal interface dan public interface. Internal interface dapat diakses dengan menggunakan privilage berjenjang dengan tujuan untuk sistem komando cepat dari pimpinan kepada personil di lapangan. Sedangkan public interface dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat secara luas diseluruh Indonesia. Dengan sistem ini memungkinkan masyarakat membuat pelaporan dan berdiskusi tentang kebakaran hutan dan lahan melalui akses call centre maupun jaringan media sosial yang mendukung seperti facebook, instagram dan twitter. Website SIPONGI yang dapat diakses setiap saat alamat: http://sipongi.menlhk.go.id. SIPONGI telah menjadi rujukan dunia dalam pengembangan sistem pengendalian Karhutla terutama oleh negara-negara pemilik areal gambut. Melalui Pusat Riset Internasional Gambut Tropis di Indonesia, negara-negara di dunia dapat mempelajari sistem pengendalian karhutla termasuk didalamnya terkait sistem SIPONGI.

PROPER juga telah mengadopsi perubahan paradigma dengan mengembangkan kriteria yang mengukur kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan dalam penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, penurunan emisi, pemanfaatan limbah B3 dan Non B3, efisiensi air, penurunan beban pencemaran air, keanekaragaman hayati, dan pemberdayaan masyarakat.

PROPER juga melakukan inovasi dan perbaikan menerus secara internal. Salah satunya adalah aplikasi SIMPEL. Sistem ini memudahkan perusahaan dalam membuat pelaporan, mengurangi biaya cetak dan antar laporan. Kemudian, untuk mengurangi dampak ke lingkungan dan memastikan upaya perbaikan yang perlu dilakukan maka PROPER menerapkan konsep Life Cycle Assessment (LCA). Melalui LCA perusahaan wajib menghitung dampak lingkungan yang ditimbulkannya mulai dari penyediaan bahan baku, proses produksi, sampai produk tersebut ditingkat konsumen dan bahkan pada saat produk tersebut harus dibuang ke lingkungan. 

PROPER telah berjalan dan diterima dengan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di berbagai daerah PROPER diadopsi dengan nama PROPERDA. Di tingkat nasional, PROPER digunakan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai risiko pemberian kredit perbankan, dan pada tingkat dunia, China, India, dan Ghana mengadopsi PROPER sebagai instrumen pelaksanaan penaatan. World Bank pada tahun 2011 dalam terbitan Research Working Paper World Bank menyatakan PROPER merupakan Pionir di Asia.(*)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Djati Witjaksono Hadi